Minggu, 31 Maret 2013

Profil Pemenang AGF-BC CEC Wave III: Komunitas Pelangi Nusantara


Selama beberapa tahun, Ibu Noor telah membuat hasil karya dari bahan bekas yang didapat dari pabrik tekstil. Saat bermaksud memperbesar usahanya, Ibu Noor menemukan kesempatan besar. Melalui lokakarya kepada masyarakat, Ibu Noor menemukan bahwa banyak perempuan di desa yang memiliki kemampuan berkarya, tapi tertahan oleh ekspektasi dan nilai-nilai tradisional.
Hal ini diperkuat dengan kurangnya pendapatan di masyarakat, yang mendorong gadis-gadis untuk menikah di usia muda. Tanpa kepercayaan diri dan kesempatan, kebanyakan perempuan terbiasa untuk tinggal di rumah sepanjang hari.
Pembelajaran ini menghasilkan terbentuknya Pelangi Nusantara, yang bertujuan tidak hanya mengembangkan bisnis Ibu Noor, tapi juga memberdayakan perempuan di masyarakat. Sebanyak 150 perempuan kini menghasilkan Rp 150,000 tiap minggunya, dan bisa menghasilkan total pendapatan sebanyak Rp 10,000,000 per bulan.

Keberhasilan ini juga mengubah persepsi dan ekspektasi terhadap perempuan. Mulai ada kesadaran di antara para perempuan, bahwa walaupun tidak memiliki latar pendidikan, perempuan masih bisa memiliki kesempatan berkarya. Para ibu pun semakin terdorong untuk memastikan anak-anak dapat melanjutkan sekolah, agar kesempatan bisa terus bertambah.

Koperasi ini juga berkolaborasi dengan universitas di Malang untuk mengajarkan para perempuan mengenai manajemen, teknologi dan pemasaran. Telah ada perencanaan untuk mengembangkan program bagi wisatawan. Melalui Pelangi Nusantara, komunitas telah dapat berkembang dengan sumber daya yang luar biasa: para perempuan.

Sumber: http://news.britishcouncil.or.id/2013/03/komunitas-pelangi-nusantara/

6 Komunitas Terima Penghargaan Community Enterpreneurs Challenges

Enam komunitas kewirausahaan yang berbasis komunitas menerima penghargaan dari kompetisi Community Enterpreneurs Challenges (CEC) dari Arthur Guiness Fund dan British Council. CEC 2013 merupakan yang ketiga kalinya digelar, dan terdapat 200 wirausaha berbasis komunitas yang ikut berpartisipasi.

"CEC ini untuk mendukung dan mendorong social enterpreneur yg berbasis komunitas agar lebih suistanable.tahun ini. CEC akan memberi training kepada para pemenag yang nanti kemudian kembali ke komunitas, untuk menjalankan usaha agara lebih efektif," ungkap Rebecca Razavi Charge D'affairs Kedubes Inggris, saat di temui dalam acara pemberian penghargaan kepada enam komunitas pemenang CEC, Sabtu (23/3).

"Tahun ini ketiga kali program ini digelar. Yang telah mendukung 22 ribu orang dari 12 komunitas di indonesia, dan tahun ini berfokus kepada kaum perempuan. Karena dalam industri 70 persen tenaga kerja perempuan dan perempuan lebih pintar dalam menginvestasikan pendapatan yang didapat," kata John Calvin, Perwakilan Arthur Guiness.

Keenam komunitas tersebut antara lain, Komunitas Pelangi Nusantara dari Malang, Koperasi Serba Usaha Nira Satria dari Banyumas, Kelompok Tani Wanita Sedya Mulya dari Yogyakarta, Koperasi Wanna Lestari Menolleh dari Yogyakarta, Brnjonk dari Mojokerto, dan Komunitas Kapuk dari Jakarta.

Para pememang kompetisi akan menerima pendanaan proyek dengan besar masing-masing sebesar Rp 600 juta dan dua komunitas terpilih akan mendapat kesempatan untuk mengikuti kunjungan ke Inggris.

Foto: annis

KISAH SUKSES UKM: Dengan Kain Perca SURYANTI Terbang Ke Inggris

BISNIS.COM,JAKARTA—Dari mengolah kain perca bersama komunitas perempuan Pelangi Nusantara membawa Noor Suryanti (41) asal Singosari, Malang, Jawa Timur, terbang ke luar negeri untuk berpartisipasi dalam kunjungan studi ke Inggris pada Mei dan mendapatkan hadiah total Rp100 juta.

"Dari kecil jadi luar biasa. Perca membawa saya pergi ke London," kata Suryanti dengan bangga, pasalnya dia belum perah pergi ke luar negeri.

Ketua Kumunitas Pelangi Nusantara itu terpilih sebagai pemenang Community Enterpreneurs Challenges untuk kategori pemula (start-up) yang diselenggarakan oleh Arthur Gunnes Fund dan British Council.
Setelah beberapa tahun lulus di Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya, pada 2001 Suryanti terjun sebagai pelaku usaha untuk pasar Malang, dan Surabaya. Dia juga ikut pameran di Makasar dan Kalimantan.
Dia membuat mukena, busana, sarung bantal, taplak meja dan lain-lainnya. Usahanya terus berkembang. Sementara kain perca sisa jahitannya juga semakin banyak. "Ibu saya bilang kain perca jangan dibuang," katanya.

Dari situ timbul idenya untuk mengolah kain perca itu menjadi berbagai model tas, sarung bantal, taplak meja dan produk lainnya. Permintaan pun banyak. Pada 2005, untuk pertama kali dia ikut pameran di Jakarta, sehingga dia dapat melihat perbandingan desain dan mutu dari produk lainnya.
Di Malang, Pandaan dan Pasuruan , katanya, banyak terdapat usaha konveksi sehingga sisa kain perca pun banyak. Sementara kaum perempuan di wilayahnya juga banyak yang tidak bekerja dan banyak yang menikah muda. Pendidikannya juga rendah.

Untuk itu, timbul idenya untuk memberdayakan kaum perempuan di wilayahnya. Pada 2008, Suryanti yang senang menjahit itu, membina kaum perempuan untuk mengolah kain perca itu. Pada 2011, dia mendirikan komunitas Pelangi Nusantara dan kini membina kurang lebih 10 kelompok atau 150 orang. Dari masing-masing kelompok mempunyai tugas pekerjaan yang berbeda-beda, sesuai dengan keterampilannya. Awalnya, kata Suryanti, mereka mengatakan sulit, karena belum terbiasa. Nanti setiap kelompok, katanya, ada ketuanya. "Saya mengalihkan waktu menonton tv dan waktu merumpi mereka untuk bekerja. Saya terus memotivasi mereka, karena jenis pekerjaannya tidak hanya satu macam saja," katanya.

Dari hasil tugas yang diberikan Suryanti, maka dia dapat menentukan kemampuan masing-masing. "Saya berusaha juga belajar dan saya tekuni," kata Suryanti yang ingin menularkan kemampuannya pada orang banyak itu.

Dia berkeinginan untuk menggunakan kain Indonesia. Tapi tahap awal dimulai dari kain Jawa Timur. Baik itu menggunakan kain tenun mau pun kain batik. Melalui kain perca, ibu dua anak itu juga mengenalkan asal kain batik itu kepada binaannya. Ada batik Malang, Madura, Banyuwangi dan lain-lain, sehingga pengetahuan mereka juga bertambah.

Kain perca itu ada yang diolah dengan teknik quilting atau anyaman. Kain perca itu dipadukannya dengan kain polos dan aksesoris yang menarik. "Saya mengajarkan mereka dengan kualitas ekspor," katan Suryanti yang mendapatkan order secara rutin setiap bulan dari Jepang senilai kurang lebih Rp5 juta.
Apalagi 2015, katanya, akan terjadi pasar bebas ASEAN, maka produk kerajinan dari luar negeri pun bebas masuk. Saingan produknya terutama dari Thailand. Untuk itu, dia terus berupaya mengaungkan pakai produk dalam negeri.

Adanya pembinaan itu, katanya, juga dapat meningkatkan wawasan dan pendapatan kaum perempuan di daerahnya.

Mengenai bahan baku, katanya, tidak menjadi kendala, karena usaha konveksi banyak di daerahnya. Selain itu, permintaan di daerahnya juga banyak. Produknya dapat untuk cinderamata atau tas seminar. "Peluang usahanya sangat besar," katanya.

Produk yang dibuatnya dapat berupa berbagai model tas, bantal kursi, taplak meja, dan lain-lain. Permintaan itu datang dari berbagai kalangan. Misalnya, perusahaan-perusahaan, perguruan tinggi, instansi pemerintah, atau pribadi.

"Harapan saya dengan adanya pembinaan ini dapat meningkatkan pendidikan kaum perempuan," katanya.

Editor : Bambang Supriyanto
Sumber: http://www.bisnis.com/m/kisah-sukses-ukm-dengan-kain-perca-suryanti-terbang-ke-inggris